Wilujeng Sumping di Situs Guru Rantau Curugtelu - Culamega - Tasikmalaya - Jawa Barat

GURU DAN MENULIS

Oleh : Opik

Guru dan menulis merupakan profesi dan sebuah kegiatan yang tak bisa dipisahkan. Kegiatan menulis merupakan rutinitas seorang guru mulai dari mempersiapkan pembelajaran, mengelola proses pembelajaran sampai pada tahapan evaluasi pembelajaran. Namun muncul sebuah permasalahan besar ketika guru dituntut untuk menulis sebuah karya baik karya ilmiah ataupun tulisan lainnya yang menunjukan sebuah argumen dalam sebuah permasalahan sebagai aktualisasi pemikirannya, banyak sumber yang mengatakan bahwasannya masih sedikit sekali guru yang mempunyai kompetensi dalam bidang kepenulisan. Selain kompetensi ternyata produktifitas guru dalam menghasilkan produk (karya) berupa tulisan sangat minim sekali.
Ada fakta yang sangat menarik mengenai kurangnya produktifitas guru dalam menulis, sebut saja bagi guru-guru yang telah menempati golongan IV/a, sering mandeg untuk meraih golongan selanjutnya, hal ini disebabkan adanya salah satu prasyarat yang mengharuskan mereka untuk menyertakan karya ilmiah pada pengajuan golongan tersebut. Kebanyakan guru memilih untuk tidak mengajukan karena merasa ribet dengan hal-hal yang berkaitan dengan kaya ilmiah. Hal ini tentunya sangat sangat menyedihkan.
Dalam sebuah tulisan Biyanto, salah seorang dosen IAIN Sunan Ampel mengungkapkan "Minimnya kemampuan guru untuk menulis itu menjadikan mereka miskin publikasi ilmiah, baik dalam bentuk buku maupun artikel. Akibat miskin karya ilmiah tersebut, para guru mengalami hambatan dalam menempuh karir dan kenaikan pangkat. Bahkan, mereka harus rela pangkatnya terhenti digolongan IV/a". Data Badan Kepegawaian Nasional (BKN) tentang golongan/ruang kepangkatan guru pada tahun 2005 menunjukkan, di antara 1.461.124 guru, 22,87persen adalah golongan IV/a; 0,16 persengolongan IV/b; 0,006 persen golongan IV/c;0,001 persen golongan IV/d; dan 0,00 persen golongan IV/e.
Sebuah sumber menyatakan"Melalui tulisan, guru bisa mempengaruhi orang. Sebagai guru yang notabene digugu dan ditiru diharapkan kaya dengan berbagai ide supaya dapat mempengaruhi peserta didik, rekan sejawat, kaum praktisi pendidikan, bahkan masyarakat kendati guru bukanlah decision maker di negeri ini".
Sementara itu, merujuk pada pasal4 UU 20/2003 tentang SISDIKNAS yang menuangkan prinsip-prinsip dalam penyelenggaraan pendidikan. Salah satu hal yang dicantumkan adalah pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.
Merujuk pada pernyataan di atas dan UU SISDIKNAS maka sudah sepantasnya guru terus berupaya melakukan eksplorasi untuk meningkatkan keterampilannya dalam bidang menulis. Berbicara menulis maka erat hubungannya dengan kegiatan membaca. Kegiatan menulis tidak mungkin berjalan normal apabila tidak disertai dengan modal membaca. Secara umum, jika seorang guru mau menghasilkan sebuah karya tulis maka harus disertai dengan mengumpulkan referensi hasil dari kegiatan membaca, dengan ini secara tidak langsung kegiatan menulis akan menambah pengetahuan penulis, hasil dari pengembaraannya melalu itulisan-tulisan orang lain.
Dari uraian di atas cukuplah jelas, bahwasannya keterampilan menulis tidak datang dengan sendirinya, akan tetapi memerlukan proses salah satunya ialah rutinitas berlatih. Namun sayangnya masih sedikit guru yang menyadari tentang pentingnya menulis dengan berbagai alasan yang ada.
Dalam perkembangannya hal ini sepenuhnya disadari oleh pihak Dinas Pendidikan serta lembaga-lembaga terkait lainnya, kemudian muncullah usaha untuk menyadarkan guru tentang pentingnya menulis. Salah satu program yang saya rasa sebagai usaha membangkitkan kesadaran menulis bagi guru adalah program Bermutu. Kegiatan ini memberikan nutrisi yang cukup optimal bagi guru-guru dalam menumbuhkan kreatifitasnya dalam melatih keterampilan menulis karya ilmiah melalui rangkaian kegiatan yang jelas. Namun muncul permasalahan lain yaitu kemauan belajar pada diri guru itu sendiri, adakah kemauan yang kuat pada diri guru-guru untuk merangsang pribadinya untuk berupaya belajar mengaktualisasikan dirinya pada sebuah tulisan? Jika tidak atau setengah-setengah tentu jawabannya dapat kita pahami bersama, maka program apapun yang dilaksanakan tidak akan menjadi jembatan bagi guru dalam mengasah keterampilan menulisnya, karena sekali lagi keterampilan menulis hanya bisa diraih dengan latihan, bukan sesuatu yang dapat diperoleh dengan bin salabin.

Penulis merupakan guru SDN 2 Cikuya Kecamatan Culamega Kabupaten Tasikmalaya, Pendiri Komunitas Aksara UPI Kampus Tasikmalaya dan Pengurus Pondok Media.

0

Silahkan Tulis Komentar Anda ...

nu ngomentar didieu sing pinter